Selasa, 23 Agustus 2011

Tragedi Pembunuhan terhadap Habil

Tragedi Pembunuhan terhadap Habil

Nabi Adam AS, sebagai manusia pertama dan rasul pertama, dari istrinya hawa memperoleh anugerah Allah SWT , berupa 20 pasang anak kembar, yang setiap pasangannya terdiri dari laki-laki dan perempuan. Anak sulung Nabi Adam AS bernama Qabil dengan adik kembarnya Iqlima. Sedangkan adik Qabil bernama Habil dengan saudaranya kembarnya bernama Labuda. Setelah usia dewasa, Qabil berusaha hidup mandiri sebagai petani. Adapun Habil juga berusaha dan menjadi seorang peternak domba dan hewan lainnya.

Pada suatu hari, Qabil dan Habil menghadap Nabi Adam AS. Mereka mengatakan keinginan untuk menikah. Berdasarkan petunjuk wahyu, Qabil dan Habil tidak boleh menikah dengan saudara kembarnya. Akhirnya, Qabil akan dinikahkan oleh Nabi Adam AS dengan saudara kembar Habil yaitu Labuda. Sedangkan Habil akan dinikahkan dengan saudara kembar Qabil yaitu Iqlima. Qabil menolak keputusan ayahnya. Dia hanya mau menikah dengan Iqlima yang jauh lebih cantik dari Labuda.

Semenjak itu, Qabil diperdaya oleh setan. Ia iri hati dan dengki kepada Habil yang akan dinikahkan dengan Iqlima, yang cantik jelita itu. Qabil mengancam Habil bahwa jika dia tidak mengurungkan niatnya untuk menikah dengan Iqlima, dia akan dibunuh. Sebagai seorang beriman dan bertakwa Habil tetap akan menikah dengan Iqlima sesuai dengan petunjuk wahyu. Habil menasihati kakaknya, Qabil, dengan perintah Allah SWT dan mengingatkan agar jangan menjadi seorang pembunuh, karena perbuatan itu termasuk dosa besar, yang balasannya adalah siksa neraka.

Qabil yang sudah menjadi budak nafsu setan tidak mendengar nasihat adiknya, Habil. Bahkan kedengkiannya kepada Habil semakin menjadi-jadi. Akhirnya, tanpa mengenal belas kasihan dibunuhnya Habil dengan menggunakan sebuah batu besar. (Lihat Q.S. Al-Ma'idah, 5: 30 )

Tiga Golongan Umat Rasulullah SAW

Tiga Golongan Umat Rasulullah SAW

“Nanti pada hari Kiamat, umatku akan menjadi tiga golongan:

1. Golongan yang beribadah kepada Allah SWT dengan ikhlas.

2. Golongan yang beribadah kepada Allah SWT dengan riya'.

3. Golongan yang beribadah kepada Allah SWT untuk cari makan.

Apabila Allah SWT mengumpulkan mereka pada Hari Kiamat, Allah SWT berfirman kepada mereka yang beribadah dengan niat untuk cari makan, “Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, apa maksud tujuan engkau beribadah kepada-Ku?” Mereka menjawab, “Demi kemuliaan dan keagungan-Mu, aku beribadah untuk mencari makan.” Allah SWT berfirman , “Apa yang kamu kumpulkan tidak ada gunanya bagimu. Wahai malaikat, lemparkan mereka ke neraka.” Selanjutnya Allah SWT berfirman kepada golongan yang beribadah karena riya', “Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, apa yang kamu inginkan dari ibadah kepada-Ku?” Mereka berkata, “Demi kemuliaan dan keagungan-Mu, aku beribadah dengan maksud agar dilihat manusia.” Allah SWT berfirman, “sedikit pun dari amal ibadahmu tidak ada yang dapat sampai kepada-Ku. Wahai malaikat, lemparkan mereka ke neraka.” Kemudian Allah SWT berfirman kepada mereka yang beribadah dengan ikhlas, “Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, apa maksud dan tujuan engkau beribadah kepada-Ku?” Mereka berkata, “Demi kemuliaan dan keagungan-Mu, sungguh Engkau Maha Mengetahui orang yang beribadah kepada-Mu, aku beribadah kepada-Mu, untuk mengingat Engkau dan mencari keridaan-Mu.” Allah berfirman, “engkau benar, wahai malaikat, antarkan ia ke surga.” (H.R. Tabrani)

SURAH AZ-ZARIYAT, 51: 56 TENTANG TUGAS MANUSIA

Terjemahan Ayat :

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Q.S. Az-Zariyat, 51: 56)

Kesimpulan isi kandungan Al-Qur'an Surah Az-Zariyat, 51: 56 adalah tentang pemberitahuan dari Allah SWT bahwa maksud atau tujuan diciptakan jin dan manusia ialah agar beribadah kepada-Nya.

Menurut pengertian bahasa kata ibadah berarti: taat, patuh, tunduk, dan menurut. Allah SWT menciptakan jin dan manusia agar beribadah kepada-Nya, maksudnya agar mentaati semua perintah-Nya dan menjahui semua larangan-Nya. Allah SWT berfirman:

“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungan jawab)?”(Q.S. Al-Qiyamah, 75: 36)

Menurut Imam Syafi'i (150 H – 240 H) makna ayat tersebut adalah bahwa manusia tidak akan dibiarkan bebas berbuat sekehendak hatinya. Mereka diperintahkan untuk melaksanakan inti ibadah yakni mentaati perintah dan menjauhi larangan Allah SWT. Mereka yang mentaati perintah dan menjauhi larangan-Nya tentu akan mendapatkan pahala. Sebaliknya, mereka yang tidak mau melaksanakan perintah dan berbuat apa yang dilarang Allah SWT tentu akan mendapat siksa.

SURAH AN-NAHL, 16: 78 TENTANG KEWAJIBAN MANUSIA UNTUK BERSYUKUR

Terjemahan Ayat :

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, pengelihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”(Q.S. An-Nahl, 16: 78)

Kesimpulan isi kandungan Al-Qur'an Surah An-Nahl, 16: 78 adalah mengenai pemberitahuan dari Allah SWT, bahwa Allah SWT telah mengeluarkan setiap manusia dari perut ibunya dalam keadaan tidak berilmu pengetahuan. Kemudian Allah SWT memberi manusia pendengaran, penglihatan, akal, dan hati (kalbu), sebagai bekal dan alat untuk meraih ilmu pengetahuan. Itu semua dimaksudkan agar manusia bersyukur kepada Allah SWT.

Bagaimana caranya Allah SWT mengeluarkan manusia dari perut ibunya dalam keadaan bayi yang berjenis kelamin laki-laki atau wanita, dan memberinya pendengaran, penglihatan, akal serta hati (kalbu) merupakan rahasia Allah SWT, juga sekaligus sebagai bukti akan adanya kehendak, kekuasaan, ilmu, dan kasih sayang Allah SWT terhadap manusia. Bagi Allah SWT segalanya tidak ada yang sulit, tidak terikat dengan syarat, tidak membutuhkan alat, dan tidak juga memerlukan waktu. Allah SWT berfirman :

“Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya:'jadilah' maka terjadilah Dia.”(Q.S. Yasin, 36: 82)

Indra pendengaran seorang bayi sudah berfungsi pada minggu-minggu pertama semenjak dia lahir. Sedangkan indra pengelihatan baru berfungsi setelah seorang bayi berada pada bulan ketiga semenjak dia lahir. Apalagi akal dan kalbu yang berfungsi membedakan yang baik dan yang buruk, Allah SWT karuniakan kepada manusia jauh setelah berfungsinya indra pendengaran dan penglihatan.

SURAH AL-BAYYINAH , 98: 5, TENTANG KEIKHLASAN BERIBADAH

Terjemahan Ayat :

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan (ikhlas) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus.”(Q.S. Al-Bayyinah, 98: 5)

Kesimpulan isi kandungan Surah Al-Bayyinah, 98: 5 adalah suruhan Allah SWT untuk mengamalkan ajaran agama-Nya, termasuk shalat dan zakat dengan lurus yakni bersih dari unsur kemusyrikan dan kesesatan serta dengan niat ikhlas semata-mata karena Allah SWT.

Niat adalah dorongan yang tumbuh dalam hati manusia untuk melaksanakan amal perbuatan tertentu. Sedangkan kata ikhlas secara harfiah berarti murni, suci, atau bersih. Dalam mengamalkan setiap ajaran Islam hendaknya dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT, maksudnyya dengan kesadaran semata-mata hanya mentaati perintah-Nya dan untuk memperoleh rida-Nya. Muslim/Muslimah yang melandasi pengamalan setiap ajaran agamanya dengan niat ikhlas karena Allah SWT dan untuk memperoleh rida-Nya disebut mukhlis, kata jamaknya mukhlisun/mukhlisin.

Melandasi pengamalan setiap ajaran Islam (ibadah dan amal saleh) dengan niat ikhlas karena Allah SWT wajib hukumnya. Hal itu karena perbuatan ibadah dan amal saleh, jika tidak dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT , bahkan dilandasi dengan 'riya' dan 'sum'ah', tentu tidak akan diterima Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda : “Allah tidak akan menerima amal, melainkan yang didasari ikhlas karena Allah untuk mencari keridaan-Nya.”(H.R. Ibnu Majah)

Semua perbuatan yang baik, bahkan semua yang halal seperti makan, minum, berolahraga dan kegiatan lain, bila dilakukan dengan niat ikhlas karena Allah SWT tentu akan memperoleh pahala ibadah.

Apalagi kegiatan menuntut ilmu. Oleh karena itu, hendaknya kamu awali semua kegiatanmu dengan niat ikhlas dan ucapan basmallah . Nabi Muhammad SAW bersabda, “Setiap urusan yang baik (bermanfaat) yang tidak dimulai dengan ucapan bismillahirrahmanirrahim maka terputus berkahnya.”(H.R. Ibnu Majah)

SURAH AL-BAQARAH, 2: 30 TENTANG PERANAN MANUSIA SEBAGAI KHALIFAH

Terjemahan Ayat :

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. 'Mereka berkata: 'Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu, orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?' Tuhan berfirman: 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Q.S. Al-Baqarah, 2: 30)

Kesimpulan isi atau kandungan Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 30 adalah:

=> Allah SWT memberitahukan kepada malaikat tentang rencananya akan menciptakan Adam (manusia) yang kedudukannya sebagai khalifah di muka bumi.

=> Para malaikat belum mengetahui secara pasti, apa yang akan diperbuat manusia setelah rencana Allah SWT terwujud. Para malaikat merasa khawatir, bahwa umat manusia (keturunan Adam) nantinya akan berbuat kerusakan di muka bumi dan berbunuh-bunuhan antarsesamanya. Padahal mereka (para malaikat) merupakan makhluk yang senantiasa bertasbih, menyucikan Allah, mentaati perintah-Nya dan tidak mendurhakai-Nya. Karena itu, mereka mengajukan pertanyaan kepada Allah SWT sebagaimana tercantum dalam ayat tersebut.

=> Ketidaktahuan para malaikat dan kekhawatiran para malaikat menjadi hilang setelah mendapat penjelasan dari Allah, bahwa Allah lebih mengetahui dari apa yang telah diketahui para malaikat.

Kedudukan manusia di dunia adalah sebagai khalifah Allah atau pengganti Allah, yang diberi tugas untuk memelihara dan melestarikan alam, mengambil manfaat serta menggali dan mengolah kekayaan alam demi terwujudnya kedamaian, kemakmuran, dan kesejahteraan segenap umat manusia.

Umat manusia akan dapat melaksanakan tugas yang luhur tersebut, apabila semasa hidup di dunia meningkatkan kemampuan jasmani dan rohaninya (akal, nafsu, dan kalbu) ke arah yang lebih maju dalam bidang-bidang positif, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu, umat manusia harus selalu ingat kepada Allah SWT (zikrullah), melaksanakan semua perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya (bertakwa).